Nama : Muhammad Ivan Prakoso
NIM : 201810050311230
Mata Kuliah : Kepemimpinan Pemerintahan
Mata Kuliah : Kepemimpinan Pemerintahan
TUGAS 3
Tingkat Kepemimpinan Kepala Daerah Kota
Bondowoso
Salah satu contoh pemimpin daerah
kota Bondowoso, PADA tahun 1854 Ki Ronggo I Kertonegoro wafat dan dimakam- kan di
Asta Tinggi Sekarputih Bondowoso. Beliau menjabat antara 1819-1830.
Penggantinya putra Ki Ronggo sendiri, bernama Djoko Sridin. Waktu menjabat
(1830-1858) bergelar M. Ng. Kertokesumo dengan predikat Ronggo ke II.
Berkedudukan di kabupaten lama Blindungan. Pada tahun 1850
setelah 20 tahun Ronggo II memegang kendali pemerintahan, pemerintah Hindia
Belanda mengangkat seorang Bupati untuk wilayah Bondowoso dan Panarukan dalam
struktur pemerintah Hindia Belanda. Pejabatnya seorang Patih Probolinggo
bernama Raden Abdoerachman, dengan gelar Raden Tumenggung Wirodipuro. Maka
terjadilah dualisme dalam pemerintahan antara tahun 1850-1858. R. Abdoerachman
adalah garis keturunan keempat dari Ki Patih Alus Wirodipuro Besuki. Beliau
adalah putra Sugoto alias Marto- dipuro, sedang Sugoto adalah putra R.
Sahidurin alias R. Wirodipuro II. Sahidurin putra R Bagus Kasim alias R
Wirodipuro I, yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Kiai Patih Alus.
Dalam menjalankan pemerintahannya,
R. Tumenggung Wiro- dipuro menetap di Prajekan, menyadari bahwa pimpinan
pemerin- tahan masih dijabat oleh Ki Ronggo II Mas Ngabehi Kertokesumo. Maka
untuk mengatasi dualisme tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian
mengangkat Mas Ngabehi Kertokesumo menjadi Tumenggung Bondowoso, yang kemudian
di pensiunkan. Setelah dibangunkan kediaman di Nangkaan, maka Tumenggung
Wirodipuro pindah. Mula-mula di kota Kulon, kemudian ke Nangkaan (gedung yang
pernah di tempati asrama sosial Sukomulyo, di bawah Departemen Sosial). Dengan
demikian Tumenggung Wirodipuro yang diangkat 1850 adalah Bupati pertama yang
diangkat secara resmi oleh Gubermen Hindia Belanda sebagai Bupati (Regent)
Kabupaten Bondowoso. Adapun putra M. Ng. Kertokesumo Ronggo II yang bernama
Joko Suwondogeni, waktu itu masih kecil dan diasuh Tumenggung Wirodipuro.
Setelah dewasa ia lalu di- nikahkan dengan salah satu putrinya yang bernama
Jaleha. Pada tahun 1879 Tumenggung Wirodipuro wafat. Jabatan Bupati Bondowoso
digantikan kepada putranya menantu beliau, yaitu Joko Suwondogeni, dengan gelar
R. Wondokusumo. Beliau memerintah antara tahun 1879-1891. Wilayah kekuasaannya
meliputi Kabupaten Bondowoso,Jember, dan Panarukan (Situbondo sekarang). Dengan
demikian jabatan bupati (regent) di Bondowoso kembali dipegang oleh keturunan
langsung dari Kiai Ronggo I lagi. Kedudukan beliau kembali ke tempat lama di Jalan
K Ronggo (Kabupaten Lama). Pada tahun 1891 Bupati R Wondokusumo wafat, lalu
digantikan putranya yang bernama Ismail dengan gelar R. Kertosubroto sebagai
bupati Bondowoso. Pada tahun 1901 dibangunlah pendopo kabupaten Bondowoso
sebagaimana yang ada sekarang ini. Pendopo ini ditempati beliau dari tahun
1902-1908 saat wafatnya.
Kedua,
Amin Said Husni merupakan Bupati Bondowoso yang menjabat sejak 2008 lalu. Sejak
dipercaya memimpin pemerintahan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, torehan
prestasi sudah disematkan Amin baik di kancah Provinsi hingga Nasional. Pria
kelahiran Pamekasan 19 Agustus 1966 ini, pernah duduk di anggota komisi X DPR
RI periode 2004-2009. Lulusan SMA Nurul Jadid tahun 1984. Amin pernah duduk di
kursi redaktur Majalah Tebuireng, sejak 1986 hingga 1988 serta Redaktur Majalah
Forum Pemuda, tahun 1993 hingga 1995 silam. Sebelumnya, pria kelahiran
Kabupaten Pamekasan 47 tahun silam itu sudah tercatat sebagai anggota DPR RI
dua periode, masing-masing periode 1999-2004 dan periode 2004-2009. Namun
karirnya duduk di dua kekuatan berbeda itu hanya sebagian dari cerita kehidupan
Amin. Sukses di jalur politik yang dirasakan Amin Said saat ini tidak terlepas
dari tempaan dunia pesantren. Mulai di Pesantren Nurul Jadid, Paiton Kabupaten
Probolinggo sampai Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang. Prestasi yang pernah
juga ditorehkan pada 2011 lalu, Bondowoso mendapat penghargaan dari Presiden
kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono atas prestasinya meningkatkan produksi beras
diatas 5 persen. Gerakan Botanik sendiri merupakan gerakan massal, agar para
petani di Bondowoso kembali menggunakan pupuk organik. Selain baik untuk
meningkatkan unsur hara tanah di Bondowoso yang kala itu memprihatinkan,
gerakan ini juga dipandang baik untuk masa depan pertanian Bondowoso yang
memang dijadikan sebagai salah satu keunggulan. Terbukti, sejak dicanangkan
2008 lalu, hingga hari ini, petani di Bondowoso berhasil lepas dari
ketergantungan pupuk kimia. tuan Pemerintah Kabupaten dengan dukungan Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao, serta pihak lainnya, sejumput kopi asal Bondowoso
mampu menggugah pencinta kopi di seluruh dunia.