Minggu, 27 Oktober 2019

Tingkat Kepemimpinan Kabupaten Bondowoso



Nama                : Muhammad Ivan Prakoso
NIM                  : 201810050311230
Mata Kuliah      : Kepemimpinan Pemerintahan


TUGAS 3

Tingkat Kepemimpinan Kepala Daerah Kota Bondowoso
Salah satu contoh pemimpin daerah kota Bondowoso, PADA tahun 1854 Ki Ronggo I Kertonegoro wafat dan dimakam- kan di Asta Tinggi Sekarputih Bondowoso. Beliau menjabat antara 1819-1830. Penggantinya putra Ki Ronggo sendiri, bernama Djoko Sridin. Waktu menjabat (1830-1858) bergelar M. Ng. Kertokesumo dengan predikat Ronggo ke II. Berkedudukan di kabupaten lama Blindungan. Pada tahun 1850 setelah 20 tahun Ronggo II memegang kendali pemerintahan, pemerintah Hindia Belanda mengangkat seorang Bupati untuk wilayah Bondowoso dan Panarukan dalam struktur pemerintah Hindia Belanda. Pejabatnya seorang Patih Probolinggo bernama Raden Abdoerachman, dengan gelar Raden Tumenggung Wirodipuro. Maka terjadilah dualisme dalam pemerintahan antara tahun 1850-1858. R. Abdoerachman adalah garis keturunan keempat dari Ki Patih Alus Wirodipuro Besuki. Beliau adalah putra Sugoto alias Marto- dipuro, sedang Sugoto adalah putra R. Sahidurin alias R. Wirodipuro II. Sahidurin putra R Bagus Kasim alias R Wirodipuro I, yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Kiai Patih Alus.

Dalam menjalankan pemerintahannya, R. Tumenggung Wiro- dipuro menetap di Prajekan, menyadari bahwa pimpinan pemerin- tahan masih dijabat oleh Ki Ronggo II Mas Ngabehi Kertokesumo. Maka untuk mengatasi dualisme tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat Mas Ngabehi Kertokesumo menjadi Tumenggung Bondowoso, yang kemudian di pensiunkan. Setelah dibangunkan kediaman di Nangkaan, maka Tumeng­gung Wirodipuro pindah. Mula-mula di kota Kulon, kemudian ke Nangkaan (gedung yang pernah di tempati asrama sosial Sukomulyo, di bawah Departemen Sosial). Dengan demikian Tumenggung Wiro­dipuro yang diangkat 1850 adalah Bupati pertama yang diangkat secara resmi oleh Gubermen Hindia Belanda sebagai Bupati (Re­gent) Kabupaten Bondowoso. Adapun putra M. Ng. Kertokesumo Ronggo II yang bernama Joko Suwondogeni, waktu itu masih kecil dan diasuh Tumenggung Wirodipuro. Setelah dewasa ia lalu di- nikahkan dengan salah satu putrinya yang bernama Jaleha. Pada tahun 1879 Tumenggung Wirodipuro wafat. Jabatan Bupati Bondowoso digantikan kepada putranya menantu beliau, yaitu Joko Suwondogeni, dengan gelar R. Wondokusumo. Beliau memerintah antara tahun 1879-1891. Wilayah kekuasaannya meliputi Kabupaten Bondowoso,Jember, dan Panarukan (Situbondo sekarang). Dengan demikian jabatan bupati (regent) di Bondowoso kembali dipegang oleh keturunan langsung dari Kiai Ronggo I lagi. Kedudukan beliau kembali ke tempat lama di Jalan K Ronggo (Kabupaten Lama). Pada tahun 1891 Bupati R Wondokusumo wafat, lalu digantikan putranya yang bernama Ismail dengan gelar R. Kertosubroto sebagai bupati Bondowoso. Pada tahun 1901 dibangunlah pendopo kabupa­ten Bondowoso sebagaimana yang ada sekarang ini. Pendopo ini ditempati beliau dari tahun 1902-1908 saat wafatnya.

Kedua, Amin Said Husni merupakan Bupati Bondowoso yang menjabat sejak 2008 lalu. Sejak dipercaya memimpin pemerintahan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, torehan prestasi sudah disematkan Amin baik di kancah Provinsi hingga Nasional. Pria kelahiran Pamekasan 19 Agustus 1966 ini, pernah duduk di anggota komisi X DPR RI periode 2004-2009. Lulusan SMA Nurul Jadid tahun 1984. Amin pernah duduk di kursi redaktur Majalah Tebuireng, sejak 1986 hingga 1988 serta Redaktur Majalah Forum Pemuda, tahun 1993 hingga 1995 silam. Sebelumnya, pria kelahiran Kabupaten Pamekasan 47 tahun silam itu sudah tercatat sebagai anggota DPR RI dua periode, masing-masing periode 1999-2004 dan periode 2004-2009. Namun karirnya duduk di dua kekuatan berbeda itu hanya sebagian dari cerita kehidupan Amin. Sukses di jalur politik yang dirasakan Amin Said saat ini tidak terlepas dari tempaan dunia pesantren. Mulai di Pesantren Nurul Jadid, Paiton Kabupaten Probolinggo sampai Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang. Prestasi yang pernah juga ditorehkan pada 2011 lalu, Bondowoso mendapat penghargaan dari Presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono atas prestasinya meningkatkan produksi beras diatas 5 persen. Gerakan Botanik sendiri merupakan gerakan massal, agar para petani di Bondowoso kembali menggunakan pupuk organik. Selain baik untuk meningkatkan unsur hara tanah di Bondowoso yang kala itu memprihatinkan, gerakan ini juga dipandang baik untuk masa depan pertanian Bondowoso yang memang dijadikan sebagai salah satu keunggulan. Terbukti, sejak dicanangkan 2008 lalu, hingga hari ini, petani di Bondowoso berhasil lepas dari ketergantungan pupuk kimia. tuan Pemerintah Kabupaten dengan dukungan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, serta pihak lainnya, sejumput kopi asal Bondowoso mampu menggugah pencinta kopi di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar